Baru-baru ini ada berita mengenai orang yang menempelkan QRIS palsu di kotak amal masjid. Bagaimana sanksi terhadap seseorang yang memalsukan QRIS yang terpasang di kotak amal masjid atau tempat umum lainnya?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pemalsuan atau sabotase QR-Code atauQRISmerupakan suatu perbuatan melawan hukum. Pelaku perbuatan tersebut dapat dijerat pidana berdasarkan beberapa ketentuan dalam UU ITE, UU Transfer Dana, dan KUHP.
Lantas, apa bentuk jerat hukum masing-masing undang-undang tersebut?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian dan Dasar Hukum QR-Code
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan QR-Code. QR-Code atau Quick Response Code adalah pengembangan dari Bar-Code yang dulunya merupakan kode satu dimensi menjadi kode dua dimensi dengan kemampuan menyimpan data yang bisa disimpan dapat berupa kode angka, huruf, binary, dan huruf kanji.[1]QR-Code adalah sebuah kode matriks yang dibuat oleh perusahaan Jepang bernama Denso-Wave pada tahun 1994. Intinya, QR-Code merupakan bentuk evaluasi dari Bar-Code yang biasanya kita lihat pada sebuah produk yang memuat berbagai informasi di dalamnya seperti alamat URL, teks, hingga nomor telepon.[2]
Dasar hukum QR-Code di Indonesia diatur dalam PADG 21/18/2019. Kemudian, berdasarkan Pasal 1 angka 4PADG 21/18/2019, Quick Response Code untuk pembayaran adalah kode dua dimensi yang terdiri atas penanda tiga pola persegi pada sudut kiri bawah, sudut kiri atas, dan sudut kanan atas, memiliki modul hitam berupa persegi titik atau piksel, dan memiliki kemampuan menyimpan data alfanumerik, karakter, dan simbol, yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi pembayaran nirsentuh melalui pemindaian.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Di Indonesia saat ini, QR-Code yang digunakan sebagai metode pembayaran adalah QRIS. Disarikan dari laman Bank Indonesia, Quick Response Code Indonesian Standard (“QRIS”) adalah penyatuan berbagai macam QR dari berbagai Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (“PJSP”) menggunakan QR-Code. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 5 PADG 21/18/2019 yang mengatur bahwa QRIS adalah Standar QR-Code Pembayaran yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk digunakan dalam memfasilitasi transaksi pembayaran di Indonesia. Sehingga, QRIS dapat digunakan di seluruh toko, pedagang, warung, parkir, tiket wisata, donasi (merchant) berlogo QRIS.[3]
Dengan adanya perkembangan teknologi tersebut, fenomena seseorang yang tidak membawa uang tunai pada saat ini sangat umum ditemui. Oleh karena itu, berbagai kegiatan yang melibatkan pembayaran banyak menggunakan fitur QRIS, salah satunya memudahkan masyarakat dalam beramal. Sebagai contoh, kotak amal dipasangkan stiker QRIS.
Lantas, adakah ketentuan terkait pemalsuan atau sabotase QR-Code tersebut?
Jerat Pidana Pemalsuan QR-Code
Berdasarkan Pasal 1 angka 1UU 19/2016 yang mengubah Pasal 1 angka 1UU ITE, informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange, surat elektronik, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dari definisi tersebut, maka QR-Code atau QRIS termasuk dalam data elektronik.
Oleh karena itu, berdasarkan UU ITE, terhadap pelaku pemalsuan QR-Code dapat dikenakan pasal sebagai berikut:
Pasal 35 UU ITE
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 51 ayat (1) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Kemudian, jika pelaku penyebar QR-Code atau QRIS palsu mengakibatkan kerugian pada orang lain, maka pelaku dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).[4]
Selain itu, menurut hemat kami, perbuatan memalsukan QRIS yang ada di kotak amal melanggar ketentuan tentang transfer dana. Menurut Pasal 1 angka 1 UU Transfer Dana, transfer dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari Pengirim Asal yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam Perintah Transfer Dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima.
Berdasarkan penjelasan tersebut, kami asumsikan dana yang dikirim oleh pengirim tidak sampai pada penerima dalam hal ini nomor rekening amal masjid, melainkan sampai pada penerima dengan nomor rekening lain. Sehingga, pelaku dapat dikenakan pasal sebagai berikut.
Pasal 80 UU Transfer Dana
Setiap orang yang secara melawan hukum membuat atau menyimpan sarana perintah transfer dana dengan maksud untuk menggunakannya atau menyuruh orang lain untuk menggunakannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Setiap orang yang menggunakan dan/atau menyerahkan sarana perintah transfer dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp4 miliar.
Pasal 83 UU Transfer Dana
Setiap orang yang secara melawan hukum mengubah, menghilangkan, atau menghapus sebagian atau seluruh informasi yang tercantum dalam perintah transfer dana dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian pengirim dan/atau penerima yang berhak dan/atau pihak lain, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Sebagai informasi, yang dimaksud dengan perintah transfer dana adalah perintah tidak bersyarat dari pengirim kepada penyelenggara penerima untuk membayarkan sejumlah dana tertentu kepada penerima.[5]
Selanjutnya, perbuatan tersebut juga dapat dijerat mengenai dugaan tindak pidana penipuan yang ditegaskan dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[6] yakni pada tahun 2026, yaitu:
Pasal 378 KUHP
Pasal 492 UU 1/2023
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V yaitu Rp500 juta.[7]
Kesimpulannya, QR-Code adalah kode matriks yang merupakan perkembangan dari Bar-Code. Di Indonesia terdapat QRIS yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi pembayaran yang diatur dalam PADG 21/18/2022 serta perubahannya. Pemalsuan QR-Code atau QRIS adalah suatu perbuatan melawan hukum, yang mana pelaku dapat dijerat pidana berdasarkan ketentuan dalam UU ITE, UU Transfer Dana, dan KUHP, dalam bentuk pidana denda hingga pidana penjara.