Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Yang dimaksud pegawai non-PNS dan non-PPPK antara lain: pegawai yang saat ini dikenal dengan sebutan tenaga honorer atau sebutan lain.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka dapat dikatakan sebutan lain tenaga honorer adalah pegawai non-PNS dan non-PPPK.
PNS sendiri adalah singkatan dari Pegawai Negeri Sipil. Sementara PPPK adalah singkatan dari Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yaitu warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.
[1]
Tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Pasal 96 PP 49/2018 telah menyatakan secara tegas bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian (“PPK”) dan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan Aparatur Sipil Negara (“ASN”). Pelanggaran atas ketentuan ini akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, menurut hemat kami, baik PPK maupun pejabat lain yang berwenang dilarang merekrut tenaga honorer baru untuk mengisi jabatan ASN.
Selanjutnya mencermati frasa “PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPK untuk mengisi jabatan ASN” yang telah disebutkan sebelumnya, maka yang dimaksud jabatan ASN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (“UU ASN”) terdiri atas Jabatan Administrasi (“JA”), Jabatan Fungsional (“JF”), dan Jabatan Pimpinan Tinggi (“JPT”). Adapun PPK sendiri hanya dimungkinkan untuk mengisi JF dan JPT.
[2]
Nasib Honorer Pasca PP 49/2018
Pada saat PP 49/2018 berlaku, tenaga honorer yang masih melaksanakan tugas pada instansi pemerintah, termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan umum daerah, lembaga penyiaran publik, dan perguruan tinggi negeri baru,
tetap melaksanakan tugasnya paling lama lima tahun. Dalam jangka waktu lima tahun tersebut, tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan.
[3]
Namun demikian, tidak benar-benar jelas apakah “persyaratan” yang dimaksud pada ketentuan di atas hanya mengacu pada persyaratan calon PPPK atau merujuk pada mekanisme seleksi PPPK secara keseluruhan.
Di satu sisi, ketentuan mengenai persyaratan pelamaran PPPK untuk jabatan fungsional (“JF”) diatur dalam Pasal 16 PP 49/2018, yang berbunyi:
Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK untuk JF dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
usia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 1 (satu) tahun sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
tidak pernah dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih;
tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, PPPK, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis;
memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan;
memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan;
sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan jabatan yang dilamar; dan
persyaratan lain sesuai kebutuhan jabatan yang ditetapkan oleh PPK.
Namun patut dicatat bahwa persyaratan tersebut merupakan bagian dari satu kesatuan sistem seleksi PPPK yang terdiri atas perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan menjadi PPPK.
[4] Pengadaan calon PPPK dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan instansi pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.
[5]
Setiap pelamar harus memenuhi dan menyampaikan semua persyaratan pelamaran yang tercantum dalam pengumuman.
[6] Penyampaian semua persyaratan diterima paling lama 10 hari kerja sebelum pelaksanaan seleksi.
[7]
Nantinya, seleksi pengadaan PPPK terdiri atas dua tahap, yaitu seleksi administrasi dan seleksi kompetensi.
[8] Pelamar yang lulus seleksi administrasi kemudian mengikuti seleksi kompetensi.
[9]
Di dalam peraturan mengenai proses seleksi PPPK tersebut, kami tidak menemukan ketentuan yang secara tegas memberikan pengecualian bagi tenaga honorer. Dengan demikian, menurut hemat kami, frasa “tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan” memiliki makna bahwa tenaga honorer tetap harus mengikuti keseluruhan prosedur pengadaan untuk dapat diangkat menjadi PPPK.
Tenaga Pramubakti
Adapun istilah “tenaga pramubakti” sebagaimana yang Anda sebutkan pada dasarnya tidak dikenal dalam UU 5/2014 maupun PP 49/2018. Istilah “pramubakti” dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri memiliki arti, orang yang membantu dalam pelaksanaan tugas sosial, atau orang yang tugasnya melayani pimpinan.
Tenaga Pramubakti adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat dan ditetapkan sebagai pegawai non-aparatur sipil negara berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan dalam Peraturan Kepala ini.
Menurut hemat kami berdasarkan definisi tersebut, status tenaga pramubakti harusnya sama dengan status pegawai non-PNS/pegawai non-PPPK dan karenanya tunduk pada Pasal 96 PP 49/2018 yang melarang adanya rekrutmen pegawai non-PNS baru. Selain itu, bagi tenaga pramubakti yang telah mengabdi di suatu instansi sebelum diberlakukannya PP 49/2018, terikat pada ketentuan Pasal 99 ayat (1) dan (2) PP 49/2018.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 4 PP 49/2018
[2] Pasal 2 ayat (1) PP 49/2018
[3] Pasal 99 ayat (1) dan (2) PP 49/2018
[4] Pasal 7 ayat (2) PP 49/2018
[5] Pasal 8 ayat (1) PP 49/2018
[6] Pasal 17 ayat (1) PP 49/2018
[9] Pasal 14 ayat (1) PP 49/2018