2 Profesor Hukum Ini Semula Menolak Living Law Masuk KUHP Nasional
Terbaru

2 Profesor Hukum Ini Semula Menolak Living Law Masuk KUHP Nasional

Karena living law hanya memiliki element, bukan bestandeel. Sehingga berpotensi membuat jaksa penuntut umum sulit untuk membuktikan unsur pidana.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam seminar bertema Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Senin (24/07/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam seminar bertema Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Senin (24/07/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Sedari awal pembahasan Rancangan KUHP (RKUHP) menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.  Setidaknya masyarakat sipil menyoroti sejumlah ketentuan dalam RKUHP yang dianggap mengancam demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Tak hanya itu perdebatan sengit dalam membahas substansi RKUHP  pun terjadi di internal tim perumus RKUHP yang dibentuk pemerintah.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan salah satu ketentuan yang menuai perdebatan seru antar tim ahli pemerintah mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat atau dikenal dengan istilah living law.

Dia mengaku semula dirinya bersama anggota tim lainnya seperti Prof Harkristuti Harkrisnowo tidak setuju pasal living law masuk RKUHP. Dalam perdebatan yang terjadi muncul ide dan pemikiran sehingga ada kesepakatan untuk menerima living law menjadi salah satu pasal yang diatur KUHP.

“Tapi ketika terjadi kesepakatan kami patuh dengan kesepakatan itu dan sosialisasi kepada masyarakat,” katanya dalam seminar bertema Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Senin (24/07/2023) lalu.

Baca juga:

Pria biasa disapa Prof Eddy itu mengatakan, alasan menolak living law masuk RKUHP karena ujungnya nanti memunculkan pekerjaan rumah yang besar dan rumit. Sebab living law tidak punya standar karena dia bersifat element, tapi bestandeel sudah pasti element. Tugas jaksa penuntut umum adalah membuktikan bestandeel atau unsur dalam hukum tertulis.

Sementara living law seperti pidana adat hanya punya element, bukan bestandeel. Hal itu berpotensi menimbulkan persoalan mengingat selama ini tidak mudah bagi jaksa penuntut umum untuk membuktikan unsur yang sudah jelas tertulis dalam aturan. Dalam draf RKUHP sebelumnya Prof Eddy mengingat ketentuan living law ada dalam Pasal 1 ayat (4).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait