Ahli Hukum Pertanahan UGM: Pengaturan Bank Tanah Bermasalah
UU Cipta Kerja

Ahli Hukum Pertanahan UGM: Pengaturan Bank Tanah Bermasalah

Bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, melanggar prinsip dalam Tap MPR No.IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Dia menilai bank tanah dalam UU Cipta Kerja tak jelas filosofi, landasan hukum, asas atau prinsipnya, konsepsi, hingga konstruksi hukumnya.  Ironisnya, keberaaan bank tanah terkesan dipaksakan. Pasalnya terdapat skenario yang tersusun secara rapi.  Bank tanah dalam UU Cipta kerja merupakan badan khusus yang mengelola tanah, kekayaanya merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, namun bukan BUMN. Fungsinya melaksanakan perencanaan perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan  dan pendistribusian tanah.

Alibi, tujuan adanya bank tanah sebagai bagian reforma agraria yang jatah tanahnya sebesar 30 persen dari tanah negara. Maria menilai gagasan tersebut amat dipaksakan.  Bank tanah yang merupakan badan khusus yang kewenangannya sedemikian besar serta tujuannya memasukan semua hal dalam satu keranjang. Mulai kepentingan umum sampai reforma agraria. “Tapi itu tidak dijelaskan sama sekali dalam naskah akademik, tapi dituliskan cukup jelas,” ujarnya.

Peruntukan tanah reforma agraria diberikan kepada redistribusi tanah pertanian. Menurutnya bila asal tanah bank tanah  merupakan tanah negara eks HGU dan tanah terlantar, bakal menjadi soal. Sebab tanag eks HGU dan tanah terlantar masuk dalam kelompok tanah objek reformma agraria (TORA) yang diatur dalam Peraturan Presiden No.86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. “Saya bingung, bank tanah mau melaksanakan pekerjaan gugus tugas reforma agraria (GTRA), atau diam-diam biar saja reforma agaria dan GTRA mati suri. Kemungkinannya seperti itu, karena tumpang tindih,” katanya.

Dia menilai, tanpa UU Cipta Kerja di sektor pertanahan pun masih dapat mendukung investasi. Sekalipun melakukan penyederhanaa, itu pun tanpa menyajikan substansi bermasalah. Menggunakan UU Pokok-Pokok Agraria pun dapat mendukung investasi. “Yang dituntut investor bukan untuk membuat substansi bermasalah. Tetapi clean and clear.  Jadi kalaupun ditunda khusus substansi tanah tidak berarti investasi berhenti,” katanya.

Terobosan dan cegah spekulan tanah

Terpisah,  pelaksana tugas (Plt)  Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Himawan Arief Sugoto mengatakan, kebutuhan tanah terus meningkat. Tak saja bagi pembangunan dan perkembangan perekonomian, namun pula kepentingan umum masyarakat.

Tentu saja hal tersebut berdampak terhadap kebijakan pemerintah di sektor pengadaan tanah. Itu sebabnya pemerintah mesti dapat menyediakan cadangan tanag bagi kepentingan pembangunan di masa mendatang. Keberadaan bank tanah dalam UU Cipta Kerja dinilai sebagai terobosan dalam bidang pertanahan.

Menurutnya dalam praktiknya,  terdapat tana negara secara de facto. Sayangnya pemerintah tak dapat mengendalikan tanah tersebut.  Pemerintah pun hanya sebatas perannya sebagai land administrator. Sedangkan pihak eksekutor tak  ada “Karena itu diperlukan solusi agar pemerintah memiliki fungsi tersebut menjadi eksekutor dengan membentuk Badan Bank Tanah,” ujarnya dikutip dari laman kementerian ATR/BPN.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait