Begini Batasan Dalam Menangani Perkara Terkait Penerapan Living Law
Terbaru

Begini Batasan Dalam Menangani Perkara Terkait Penerapan Living Law

Terlebih dulu living law tersebut harus diformilkan dalam Peraturan Daerah (Perda). Pasal 2 ayat (2) KUHP Nasional membatasi keberlakuan living law tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas-asas umum yang diakui bangsa beradab.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam seminar bertema Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Senin (24/07/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej dalam seminar bertema Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Senin (24/07/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan pemerintah setelah terbit UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Antara lain menerbitkan berbagai aturan turunan. Salah satunya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej, mengatakan UU 1/2023 mengatur batasan dalam menggunakan hukum yang hidup dalam masyarakat atau dikenal dengan istilah living law itu. Dia menjelaskan dalam konteks pidana penerapan Pasal 2 ayat (1) UU 1/2023 memberi batasan kepada hakim yang ingin menjatuhkan pidana dalam perkara terkait pidana adat.

Karena itu, terlebih dulu living law tersebut harus diformilkan dalam Peraturan Daerah (Perda). Tak hanya pidana adat, tapi kesadaran hukum masyarakat, keadilan dan kepatutan bisa digunakan untuk menjatuhkan pidana dalam konteks Pasal 12 UU 1/2023 dan pedoman pemidanaan.

“Hal itu sebagai legalitas materil soal living law. Ini interpretasi otentik dari pembentuk UU,” katanya dalam seminar bertema Menyongsong Berlakunya Hukum yang Hidup Dalam Masyarakat Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Senin (24/07/2023) lalu.

Baca juga:

Prof Eddy begitu biasa disapa, menegaskan kekhawatiran pidana adat diformalkan dalam Perda sehingga menjadi formil tapi dalam konteks Pasal 12 dan pedoman pemidanaan KUHP hal itu sebagai legalitas materil terkait living law. Pasal 2 ayat (2) membatasi keberlakuan living law yakni tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas-asas umum yang diakui bangsa beradab.

“Jadi pembatasan living law disitu,” ujarnya.

Pria yang juga Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengingatkan, Pasal 2 ayat (1) UU 1/2023 tidak ditujukan untuk menghidupkan pranata hukum adat yang telah mati. Tapi untuk pranata hukum adat yang masih hidup dan tidak bertentangan dengan aturan yang menjadi batasan keberlakuan living law.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait