Berharap Putusan Profetik Mahkamah Konstitusi
Kolom

Berharap Putusan Profetik Mahkamah Konstitusi

Sosok hakim profetik dalam menegakkan hukum mempunyai daya pikir berorientasi nilai keadilan yang bersifat prospektif.

Bacaan 7 Menit

Spirit Hukum Profetik

Istilah profetik di sini dimaksudkan dan dimaknai sebagai bersifat kenabian. Dapat pula diartikan mengikuti atau seperti perilaku nabi. Nabi adalah model atau contoh yang perlu diikuti perilakunya dalam semua aspek, termasuk perilaku dalam berhukum. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: ”Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya’” (HR. Bukhari no.6788 dan Muslim no. 1688). Ini cermin hukum yang diberlakukan oleh nabi, tanpa pandang bulu. Substansi dan esensinya adalah menegakkan keadilan. Dalam Al Quran juga banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan untuk menegakkan keadilan tanpa pandang bulu. Ini adalah spirit dari Hukum Profetik.

Spirit Hukum Profetik didasarkan pada pandangan dasar bahwa hukum itu merupakan sarana dan media (wasilah) untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan dan kemaslahatan masyarakat. Substansi dan esensi hukum tercermin pada penegakan nilai-nilai keadilan yang bersumber dari wahyu dan sunnah nabi. Dalam khazanah keilmuan dan praktik hukum di Indonesia, nilai-nilai keadilan tersebut ditegaskan pada setiap kepala putusan pengadilan yaitu “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Secara simbolis kata-kata tersebut sebenarnya mencerminkan spirit atau etos dari Hukum Profetik. Para hakim yang memutus perkara dituntut untuk mengejawantahkan doktrin dalam setiap putusan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Doktrin ini menuntut para hakim untuk mengembangkan sekaligus membekali dirinya dengan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ) dalam menemukan dan menegakkan keadilan. Konsep ini bermanfaat untuk pengembangan kepribadian seseorang terutama dalam tugas menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan seperti hakim.

SQ merupakan pendekatan holistik yang menyatukan pendekatan-pendekatan yang ada sebelumnya yaitu kecerdasan intelektual (Intellectual Quotient/IQ) dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient/EQ). Penegakan hukum membutuhkan IQ, EQ, dan SQ untuk mengatasi krisis hukum yang terjadi, terutama terkait dengan merosotnya moralitas penegak hukum yang selalu menjadi sorotan publik akhir-akhir ini.

Spirit profetik dalam menjalankan dan menegakkan hukum adalah hal yang sangat dibutuhkan karena merupakan ruh atau sukmanya hukum. Spirit ibarat ruh atau sukma yang ada dalam diri manusia. Ruh berfungsi menghidupkan “jiwa” dan “raga” manusia dalam menjalani aktivitas hidupnya. Tanpa ruh, jiwa dan raga manusia itu mati. Spirit hukum profetik mendasarkan pada pandangan bahwa teks-teks hukum adalah sebuah benda atau teks mati dan akan menjadi hidup dan bermakna pada saat spirit atau ruhnya spiritnya berfungsi.

Dalam tataran hidup bernegara, teks-teks hukum itu akan menjadi tidak bermakna ketika para pengemban dan pelaksananya tidak menghayati spirit profetik yang terkandung di baliknya. Jika tidak dibimbing oleh spirit profetik, teks-teks hukum itu justru akan dapat memunculkan manipulasi yang menghancurkan tujuannya. Hukum akan kehilangan makna autentiknya untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan.

Kuntowijoyo (2004) mengintrodusir spirit profetik yang ditransformasi dari QS. Ali Imran (3) ayat 110, yang artinya: “Engkau adalah umat terbaik yang diturunkan di tengah manusia untuk menegakkan kebaikan (amar makruf), mencegah kemungkaran (nahi munkar), dan beriman kepada Allah”. Dari kandungan ayat Al Quran tersebut, terdapat tiga nilai yang menjadi spirit profetik yaitu humanisasi, liberasi, dan transendensi. Spirit profetik tersebut menjadi arah untuk rekayasa masyarakat menuju cita-cita sosial-etik di masa depan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait