Pakar HTN: Nyaris Mustahil Putusan MK Diskualifikasi Gibran
Melek Pemilu 2024

Pakar HTN: Nyaris Mustahil Putusan MK Diskualifikasi Gibran

Antara lain soal hukum acara yang mempersulit pembuktian, paradigma hakim konstitusi, dan independensi hakim di hadapan kepentingan politik.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar. Foto: RES
Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar. Foto: RES

Semua pihak menanti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang perselisihan hasil pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Pilpres) Tahun 2024 yang rencananya dibacakan Senin (22/04/2024). Ada 2 perkara yang akan diputus Mahkamah. Pertama, perkara No.1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dimohonkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Kedua, perkara No.2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dimohonkan pasangan Capres-Cawapres Ganjar Pranowo-Moch Mahfud MD. Berbagai pakar dan ahli memprediksi arah putusan MK. Mengacu Pasal 77 UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ada 3 jenis putusan PHPU yakni ‘permohonan tidak dapat diterima’, ‘permohonan dikabulkan’, atau ‘permohonan ditolak’.

Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan putusan MK tentang PHPU Pilpres Tahun 2024 ini nyaris mustahil mendiskualifikasi Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka.

“Ada kemungkinan diskualifikasi Gibran seperti permohonan? Kemungkinan MK diskualifikasi Gibran, saya secara realistis menyatakan nyaris mustahil,” katanya dikonfirmasi, Senin (22/04/2024).

Baca juga:

Zainal menyebut setidaknya ada 3 indikasi yang membuat MK berat untuk mendiskualifikasi putra Sulung Presiden Joko Widodo itu dari statusnya sebagai peserta Pilpres 2024. Pertama, hukum acara PHPU Pilpres sangat dibatasi misalnya penanganan hanya 14 hari kerja. Pembatasan waktu itu mempengaruhi sempitnya kesempatan yang diberikan untuk pembuktian. Sekalipun para pihak bisa memberikan bukti secara tertulis, tapi apakah hakim konstitusi akan membaca semuanya?

“Secara hukum acara ini agak sulit berharap banyak, sekarang tergantung kualitas hakim apakah mau baca dan analisis detail dan lainnya,” ujar Zainal.

Tags:

Berita Terkait