Bernasib Sama, Permohonan Ganjar-Mahfud Pun Kandas di MK
Melek Pemilu 2024

Bernasib Sama, Permohonan Ganjar-Mahfud Pun Kandas di MK

Pertimbangan yang digunakan majelis konstitusi terhadap perkara Ganjar-Mahfud serupa seperti perkara yang dimohonkan Anies-Muhaimin. Ada 3 hakim konstitusi punya pendapat berbeda (dissenting opinion).

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Dalil ketidakefektifan dan kenetralan Bawaslu dalam menegakan hukum pemilu pada Pilpres Tahun 2024 juga tidak beralasan menurut hukum. Begitupula ketidakefektifan dan keberpihakan instrumen penegakan hukum pemilu in casu Bawaslu dan DKPP tak berlasan menurut hukum.

Lebih lanjut, dalil pemohonan tentang intervensi Presiden Joko Widodo dalam perubahan syarat pasangan Calon dan dalil ketidaknetralan KPU dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2 sehingga dijadikan dasar pemohon agar mahkamah membatalkan atau mendiskualifikasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai Capres-Cawapres Pilpres 2024 adalah tidak beralasan menurut hukum.

Dalil pemohon tentang Presiden Joko Widodo melakukan abuse of power dalam bentuk memanfaatkan APBN untuk mengelar program bansos untuk mempengaruhi pemilih, hingga politisasi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang membagikan bansos secara masif di seluruh Indonesia selama Pilpres 2024 tidak beralasan menurut hukum.

Bahkan, Instruksi presiden Joko Widodo pencairan dana bansos agar bertepatan dengan Pilpres 2024, bantuan dampak El-Nino Januari 2024 menrutu mahkamah pun tidak beralasan menurut hukum. Lalu penjangkaran di masyarakat melalui bansos untuk nomor urut 02 sebagai pasangan calon yang didukung Presiden Joko Widodo tidak berlasan hukum.

Dalil nepotisme presiden Joko Widodo yang melahirkan abuse of power yang terkoordinasi melalui kementerian negara dan pemerintah daerah serta aparat keamanan baik Polri dan TNI, aparatur desa terhadap dalil permohonan ini tidak berlasan menurut hukum. Dalil abuse of power pemerintah pusat sampai daerah, aparat keamanan, dalam bentuk memebrikan dukungan dan keberpihakan dengan tujuan memenangkan pasangan Prabowo-Gibran mahkamah berkeyakinan tidak ada pelanggaran pemilu dalam pelanggaran dimaksud dan korelasinya dengan perolehan suara pasangan calon sehingga Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut.

Berdasarkan uraian hukum diatas dalil pemohon tentang nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo dan melahirkan abuse of power untuk memenangkan pasangan calon nomor urut 2 dalam satu putaran tidak beralasan menurut hukum. “Menimbang berdasarkan pertimbangan hukum di atas tidak beralasan menurut hukum permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Suhartoyo.

Menurutnya, bila masih terdapat fakta hukum di persidangan yang didalilkan pemohon belm dinilai dan dipertimbangkan, mahkamah berkeyakinan hal tersebut tidak dapat membuktikan adanya relevansi dengan signifikansi perolehan suara atau hasil yang merupakan prinsip dasar dalam mengungkap PHPU sebagaimana amanat Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945.

Tags:

Berita Terkait