Hal-hal Penting yang Perlu Disiapkan dalam Kesepakatan Kontrak Virtual
Utama

Hal-hal Penting yang Perlu Disiapkan dalam Kesepakatan Kontrak Virtual

Persiapan seperti dokumen tertulis, perekaman setiap pertemuan virtual hingga notulen rapat tetap dibutuhkan meskipun kesepakatan kontrak secara virtual.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

“Konsultan hukum itu ikut meeting (virtual) tersebut untuk menotulensasikan diskusi dan kesepakatan para pihak. Dan itu dirilis melalui email nanti dikirim kepada para pihak,” jelas Rizky.

Rizky mengingatkan agar perekaman pertemuan virtual harus melalui kesepakatan para pihak. “Yang baru tren lagi apply recording (pertemuan virtual) tersebut harus disepakati para pihak jangan sampai ini tidak disepakati sehingga menimbulkan permasalahan hukum baru,” tambahnya.

Secara teknis tidak ada perbedaan antara kesepakatan kontrak melalui pertemuan virtual dan fisik. Hanya saja, Rizky memandang pertemuan virtual masih terdapat kekurangan dalam bernegosiasi. “Secara substansi tidak ada beda antara pertemuan virtual dan fisik. Hanya saja, personal touch dalam bernegosiasi kontrak pasti akan kena saat bertemu langsung,” jelasnya.

Perlu diketahui, dalam artikel klinik hukumonline berjudul “Bagaimana Pembuatan Kontrak yang Benar Secara Hukum” menjelaskan pada dasarnya, tidak ada format baku atau standar tertentu yang ditentukan dalam pembuatan suatu kontrak karena Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak yang mengacu Pasal 1338 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Namun, pembuatan perjanjian tentunya harus memenuhi syarat sahnya perjanjian.

Syarat sahnya perjanjian tersebut terdiri dari:

  1. Syarat Subjektif:

a. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian (agreement)

b. Kecakapan para pihak dalam perjanjian (capacity)

  1. Syarat Objektif:

a. Suatu hal tertentu (certainty of terms)

b. Sebab yang halal (considerations)

Masih dalam artikel tersebut, Ricardo Simanjuntak dalam bukunya “Teknik Perancangan Kontrak Bisnis” (hal. 60) menyatakan bahwa bila bentuk kontrak lisan saja mempunyai kekuatan hukum yang sah dan harus dipatuhi oleh para pihak yang terikat padanya, maka prinsip tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kontrak tidak mempunyai suatu bentuk yang baku.

Jadi, tidak ada standar yang baku yang ditetapkan untuk membuat suatu perjanjian. Hal-hal yang minimal diatur dalam suatu perjanjian dapat dibuat secara bebas di antara para pihak yang mengikatkan diri. Dalam membuat perjanjian di Indonesia berlaku asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

Merujuk artikel klinik hukumonline lainnya berjudul “Poin-poin dalam Perjanjian”, advokat Brigitta Imam Rahayoe, poin-poin yang pada umumnya ada dalam suatu perjanjian antara lain meliputi (namun tidak terbatas pada): Para pi hak; Pendahuluan; Definisi; Pernyataan dan Jaminan; Isi Kontrak; Harga; Ketentuan Pembayaran; Metode Pembayaran; Kewajiban pembayaran; Waktu; Penyerahan;

Hak/title; Tanggung jawab; Ganti rugi; Perpajakan; Keadaan memaksa /kahar/force majeur; Jangka waktu berlakunya perjanjian; Wanprestasi; Akibat dari wanprestasi; Pengalihan; Pengujian inspeksi dan Sertifikasi; Kerahasiaan; Litigasi/Arbitrasi /Alternative Dispute Resolution; Hukum yang Berlaku; Yurisdiksi; Pengesampingan; Lampiran; Penutup.

 

Tags:

Berita Terkait