Kebijakan New Normal Harus Dipersiapkan Secara Matang
Utama

Kebijakan New Normal Harus Dipersiapkan Secara Matang

Belum mempertimbangkan masih tingginya kurva jumlah kasus positif Covid-19, hingga saat ini belum ada tanda-tanda penurunan jumlah kasus positif Covid-19 secara signifikan. Kalangan buruh menilai kebijakan new normal tidak tepat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Angota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengatakan Pemerintah berencana melakukan lima tahapan dalam kebijakan kenormalan baru. Mulai dibukanya sektor bisnis dan industri; pasar dan mal; sekolah dan tempat kebudayaan. Kemudian restoran dan tempat ibadah, hingga beroperasinya seluruh kegiatan ekonomi secara normal. Dia menilai rencana penerapan kebijakan kenormalan baru dalam mengantisipasi resesi ekonomi di tengah pandemi Covid-19 sangat terburu-buru.

“Padahal, faktanya kurva jumlah pasien positif Covid-19 dan orang dalam pemantauan masih terbilang tinggi,” kata dia.

Karena itu, Netty menolak keras kebijakan penerapan new normal dalam waktu dekat. Selain terburu-buru tanpa mempertimbangkan masih tingginya kurva jumlah kasus positif Covid-19, hingga saat ini belum ada tanda-tanda penurunan jumlah kasus positif Covid-19 secara signifikan. Berdasarkan data per Selasa 26 Mei 2020 masih terdapat 415 kasus baru dengan total 23.165 pasien positif. Kemudian, pada Rabu 27 Mei 2020 meningkat menjadi 686 kasus baru dengan total 23.851 pasien positif seluruh Indonesia.    

“Kebijakan new normal ini harus ditolak karena sangat terburu-buru dan mengkhawatirkan.”

Menurutnya, kebijakan new normal yang disampaikan WHO mesti dipahami secara utuh. WHO memberi penekanan penerapan new normal dapat diberlakukan bagi negara yang telah berhasil melawan Covid-19. Seperti China, Vietnam, Jerman, Taiwan, dan negara lainnya. “Sementara kita masih jauh dari kata berhasil, kenapa mau segera menerapkan new normal?”

Soal terbitnya Keputusan Menteri No. HK.01.07/MENKES/328/2020, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai panduan tersebut hanya upaya mengurangi risiko terpapar  Covid-19. Namun, tak menjamin tidak adanya penularan karena orang tanpa gejala (OTG) pun dapat menularkan virus dimanapun berada. Begitu pula soal aturan shift 3 adalah pekerja di bawah usia 50 tahun pun tak tepat.

Dia beralasan berdasarkan data dari Gugus Tugas pasien positif Covid-19 usia di bawah 50 tahun mencapai 47 persen. “Jadi dimana letak amannya?" Kata Netty.

Membingungkan

Terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berpendapat, istilah new normal membingungkan para buruh dan masyarakat kecil di Indonesia. Dilonggarkannya PSBB saja banyak yang bisa dikerjakan masyarakat yang berujung meningkatnya jumlah kasus terpapar positif Covid-19. “Saat ini saja ketika masih diberlakukan PSBB banyak yang tidak patuh. Apalagi jika diberi kebebasan,” kata Presiden KSPI Said Iqbal.

Tags:

Berita Terkait