Kejaksaan Persilakan Publik Kawal Sidang Penyiraman Novel
Berita

Kejaksaan Persilakan Publik Kawal Sidang Penyiraman Novel

Tim advokasi Novel sebut ada 9 kejanggalan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Selain itu, dalam dakwaan disebutkan air yang digunakan untuk menyiram wajah Novel berasal dari aki, padahal cairan itu adalah air keras yang menyebabkan Novel kehilangan penglihatannya. Dalam persidangan yang dihadiri Novel, pertanyaan jaksa terlihat tidak memiliki arah yang jelas. Anehnya, meski telah disebut saksi korban, nama dan informasi penting mengenai kemungkinan keterlibatan aktor lain, jaksa tidak menggali lebih lanjut.

Ketiga, tim menilai majelis hakim pasif dan tidak objektif mencari kebenaran materiil dengan tidak menggali rangkaian peristiwa secara utuh. Padahal dalam proses pidana, hakim harus aktif mencari kebenaran, khususnya mencari kebenaran fakta sebelum penyerangan terjadi untuk membuktikan bahwa serangan dilakukan secara sistematis, terorganisir, tidak hanya melibatkan pelaku pada saat penyerangan terjadi. Hal ini dibuktikan dalam persidangan pemeriksaan Novel, hakim cenderung terbatas menggali fakta dengan pertanyaan-pertanyaan.

Keempat, para terdakwa pelaku kejahatan yang merupakan anggota Polri aktif mendapatkan bantuan hukum dan didampingi tim penasihat hukum dari Polri. Padahal menurut Tim, kejahatan yang disangkakan kepada dua orang terdakwa itu mencoreng nama Institusi kepolisian dan tentu bertentangan dengan tugas dan kewajiban Polisi dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu menurut Tim akan menjadi pertanyaan tersendiri ketika para terdakwa justru didampingi oleh kuasa hukum dari Polri.

Tim Advokasi Novel berpandangan pembelaan oleh Institusi Kepolisian tentu akan menghambat proses hukum untuk membongkar kasus ini yang diduga melibatkan anggotanya dan juga petinggi kepolisian. Diduga ada konflik kepentingan yang nyata yang akan menutup peluang membongkar kasus ini secara terang benderang dan menangkap pelaku sebenarnya, bukan hanya pelaku lapangan tetapi juga otak pelaku kejahatan.

(Lihat juga: Dua Pelaku Penyiram Air Keras ke Novel Baswedan Jalani Sidang Perdana).

Kelima, adanya dugaan manipulasi barang bukti di persidangan. Alasannya pada agenda pemeriksaan saksi korban beberapa waktu lalu, ada CCTV yang dianggap penting tapi malah dihiraukan penyidik serta adanya dugaan intimidasi terhadap sejumlah saksi.  Tak hanya itu, sidik jari pun tidak mampu diindentifikasi kepolisian pada gelas dan botol yang dijadikan alat untuk melakukan penyiraman terhadap Novel.

Selain itu, dalam persidangan Kamis, 30 April 2020 yang lalu ditemukan keanehan dalam barang bukti baju yang dikenakan Novel Baswedan pada saat penyerangan air keras. Baju yang pada saat kejadian utuh, dalam persidangan ditunjukkan hakim dalam kondisi terpotong sebagian dibagian depan. Diduga bagian yang hilang terdapat bekas dampak air keras.

Keenam, penuntut dianggap mengaburkan fakta air keras yang digunakan untuk penyiraman meski dampak penyerangan telah nyata mengakibatkan Novel Baswedan kehilangan penglihatan. Penuntut dinilai justru mengarahkan dakwaan bahwa air yang mengakibatkan kebutaan Novel Baswedan bukan air keras. Bahkan dalam persidangan penasehat hukum terdakwa sempat menanyakan terkait benar atau tidak kebutaan yang dialami oleh Novel baswedan.

Tags:

Berita Terkait