Kesaksian Jurnalis Myanmar Mengenai Situasi Mencekam Akibat Kudeta Militer
Utama

Kesaksian Jurnalis Myanmar Mengenai Situasi Mencekam Akibat Kudeta Militer

Penegakan hukum terhadap demonstran dilakukan tanpa prosedur yang seharusnya. Win menyatakan masyarakat diadili tanpa persidangan hingga tidak didampingi pengacara.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Win menjelaskan demonstran penolak junta militer terdiri dari beragam kelompok usia. Bagi demonstran kelompok usia 20-30 tahun, Win mengatakan pengunjuk rasa merasa kebebasan mereka terhalang karena junta militer yang memutus semua akses jaringan internet. Dia menilai demonstran usia muda tersebut mengalami blackout informasi yang tidak pernah dirasakan sebelumnya.

“Ini adalah generasi yang tidak pernah alami ini sebelumnya, kalau kita lihat kelompok umur yang banyak hadir antara 20-30 tahun ini generasi belum pernah alami pemerintahan militer mereka tidak pernah alami blackout informasi ini adalah generasi internet generasi milineal yang bisa hidup tanpa makan tapi tidak bisa hidup tanpa internet, ini adalah hak dasar mereka hak yang harus ada dalam hidup mereka,” jelas Win.

Kelompok demonstran lain berusia di atas 30 tahun yang tidak menginginkan junta militer kembali berkuasa pada pemerintahan Myanmar. Win menjelaskan junta militer akan bertindak represif terhadap masyarakat dan membuat aturan-aturan yang mengekang kebebasan masyarakat.

“Kami tidak mau kembali ke hukum militer itu. Pemerintahan militer itu membuat ketakutan masyarakat. Mereka membuat Undang Undang yang mewajibkan tamu menginap di rumah seseorang harus lapor ke pemerintah setempat jika tidak patuh terhadap hukum ini dipenjara 30 hari,” jelas Win.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, menyampaikan aparat militer Myanmar secara sistematis menggunakan taktik dan senjata yang biasanya digunakan di medan perang untuk melawan pengunjuk rasa damai dan orang-orang di jalanan. Kondisi ini bermula saat militer Myanmar melakukan kudeta dan mendeklarasikan state of emergency selama satu tahun pada 1 Februari setelah menuduh terjadinya kecurangan pada pemilu di bulan November 2020.

Junta militer Myanmar saat ini berada dalam ancama dari berbagai kelompok etnis bersenjata, termasuk Arakan Army yang mengancam Tatmadaw bahwa mereka akan ikut serta dalam “spring revolution” jika militer tidak menghentikan kekerasan dan mengembalikan demokrasi. Beberapa kelompok bersenjata termasuk Karen National Union dan Kachin Independence Army, telah melakukan serangan terhadap pihak militer dan kepolisian. Sebagai balasan, militer meluncurkan airstrikes menargetkan kelompok etnis Karen di perbatasan Myanmar-Thailand

Usman menyampaikan jika situasi terus memburuk maka dikhawatirkan konflik akan bereskalasi menjadi civil war dan Myanmar beresiko menjadi negara gagal atau “failed state”.

Tags:

Berita Terkait