Ketika Royalti Jadi Harta Gono-Gini
Feature

Ketika Royalti Jadi Harta Gono-Gini

Salah satu putusan perceraian yang menarik perhatian publik di tahun 2023 adalah terkait pesohor Virgoun Teguh Putra dan Ina Idola Rusli (Inara). Dalam putusannya, majelis hakim memberikan hak royalti kepada Inara sebagai bagian dari harta gono gini. Putusan ini menjadi preseden baru bagi dunia hukum di Indonesia di masa depan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 7 Menit

Sengketa Kepemilikan Hak Cipta

Untuk melihat kedudukan kepemilikan hak cipta maka perlu dijelaskan terlebih dahulu isi putusan majelis hakim PA Jakarta Barat. Dikutip dari dokumen resmi putusan cerai Inara, majelis hakim PA Jakarta Barat mempertimbangkan status hukum royalti yang digugat oleh Inara. Apakah royalti benar masuk sebagai harta bersama atau tidak. Dalam hal ini, UU Hak Cipta menjadi salah satu pertimbangan untuk mendudukkan status hukum royalti sebagai harta bersama. Adapun bunyi pertimbangannya adalah sebagai berikut.

Dalam hal ini karena royalti itu bagian dari hak ekonomi yang bersumber dari hak cipta, sedangkan hak cipta itu sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (1) UU No.28 Tahun 2014, dinyatakan sebagai benda bergerak tidak berwujud, maka sesuai ketentuan Pasal 91 ayat (1) dan (3) Kompilasi Hukum Islam, Majelis dalam hal ini berpendapat bahwa royalti itu merupakan objek harta bersama perkawinan.

Menimbang bahwa mengenai kedudukan royalti yang merupakan objek harta bersama dalam perkawinan sejalan dengan pendapat ahli yang diajukan oleh Penggugat Konvensi yaitu: Prof. Dr. H. Aden Rosadi, M. Ag, CLA dan Dr. Andrew Betlehn, S.H., S.Kom., M.H., CPCD, oleh karena itu pendapat kedua ahli tersebut yang menyatakan royalti merupakan objek harta bersama perkawinan, dalam hal ini diambil alih sebagai pendapat Majelis;

Menimbang, bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut, terhadap 50% (lima puluh persen) dari Pendapatan Bersih Royalti yang diperoleh Tergugat Konvensi (Virgoun Teguh Putra) selama dalam masa perkawinannya dengan Penggugat Konvensi maka sesuai dengan Pasal 35 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 juncto Pasal 1 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, 50% (lima puluh persen) dari Pendapatan Bersih Royalti yang diterima oleh Tergugat Konvensi tersebut terbukti merupakan harta bersama Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi. Dan oleh karena royalti tersebut merupakan harta bersama Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi maka sesuai ketentuan Pasal 49 huruf (a) UU No.3 Tahun 2006 berikut penjelasannya angka 10 dan Pasal 68 Kompilasi Hukum Islam, Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam hal ini secara absolut berwenang mengadili dan memutus gugatan Penggugat Konvensi terhadap royalti atas nama Tergugat Konvensi tersebut.

Adapun dalam rekonvensi, majelis PA Jakarta Barat menetapkan bahwa 50% pendapatan bersih royalti yang diperoleh Tergugat Konvensi sebagai pencipta atas lagu: Surat Cinta Untuk Starla, Bukti, dan Selamat dari PT. Digital Rantai Maya sebagai publisher adalah harta bersama Penggugat Konvensi dan Tergugat Konvensi.

Lalu majelis hakim menetapkan ½ (seperdua) bagian dari harta yang tersebut pada angka 8.1, 8.2, dan 8.3 amar putusan di atas menjadi milik Penggugat Konvensi dan ½ (seperdua) bagian lainnya menjadi milik Tergugat Konvensi.

Hukumonline.com

Praktisi hukum kekayaan intelektual yang juga Partner pada kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners (AHP), Ari Juliano Gema. Foto: Istimewa

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait