Masalah Hukum Perluasan Harta Benda Wakaf, dari Saham dan Sukuk hingga Manfaat Polis Asuransi
Lipsus Lebaran 2020

Masalah Hukum Perluasan Harta Benda Wakaf, dari Saham dan Sukuk hingga Manfaat Polis Asuransi

Walau sudah dipraktikkan, petunjuk teknis mengenai objek wakaf saham, sukuk dan manfaat polis asuransi. Baru diatur secara umum dalam UU Wakaf.

Hamalatul Qur’ani
Bacaan 2 Menit

Azhar juga menjelaskan, wakaf saham bisa dilakukan dalam dua model dari segi waktu pemberian manfaatnya, yakni bisa mu’abbad (selamanya) atau bisa juga manfaat itu hanya diberikan untuk sementara waktu saja/temporer (muaqqat). Untuk wakaf saham mu’abbad, artinya saham dan hasil dividennya diwakafkan untuk selama-lamanya. Sebaliknya, untuk wakaf saham muaqqat, katakanlah si A memiliki lebih dari 1000 lembar saham di PT Telkom dan dividennya diwakafkan untuk jangka waktu 10 tahun, maka dividen selama 10 itulah yang menjadi harta wakaf. Setelah 10 tahun berakhir, dividen kembali menjadi hak si A.

Tak jauh berbeda dengan saham, wakaf sukuk (obligasi syari’ah) juga disebut Azhar masih tergolong baru di Indonesia. Tingkat volatilitas sukuk juga tinggi. Perlu diingat, sukuk (obligasi Syariah) berbeda dengan obligasi biasa. Bedanya, karakteristik sukuk harus ber-underlying, baik itu ber-underlying asset, underlying project, underlying usaha dan sebagainya, tergantung skema sukuknya seperti apa. “Tanpa adanya underlying, jatuhnya nanti malah obligasi berbunga. Untuk menghindari bunga itu maka diskemakanlah pola-pola ber-underlying,” jelasnya.

Misalnya, restoran cepat saji Mc Donalds ingin melakukan project pengembangan usaha. Nanti di situ dikeluarkan sukuk bagi hasil. Dengan begitu, ketika investor ingin memasukkan dana, maka berlaku skema bagi hasil antara emiten dan penerbit dengan underlyingnya usaha Mc Donalds. Contoh lain adalah bisnis hotel. Di sin, underlyingnya adalah hotel.  Untuk skemanya, dapat menggunakan skema sewa, musyarakah, mudharobah dan banyak varian lainnya. (Baca: Cerita Lebaran dan Pandemi)

Wakaf Manfaat Polis Asuransi

Wakaf manfaat polis asuransi juga menjadi salah satu objek wakaf yang cukup mengundang perdebatan dalam fiqh kontemporer. Soalnya, manfaat polis itu baru berwujud (ada) ketika peristiwa yang mengakibatkan polis bisa dicairkan itu sudah terjadi. Misalnya, asuransi jiwa, di situ manfaat polis baru bisa dicairkan ketika pemegang polis sudah meninggal dunia. Sementara, wakaf itu baru bisa dikatakan sah ketika objek yang diikrar wakafkan sudah menjadi ‘milik’.

Atas alasan itulah, Azhar menyebut DSN MUI memberi solusi, ketika pemegang polis ingin mewakafkan manfaat polis itu maka pelaksanaannya bukan dilakukan dengan ikrar wakaf. Melainkan dengan janji atau komitmen ahli waris untuk mewakafkan manfaat polis bila pemegang polis meninggal dunia. Jadi, wakaf baru terjadii ketika sudah masuk tahap klaim asuransi, ketika manfaat polis sudah menjadi ‘milik’ penerima manfaat (ahli waris). “Di awal hanya kesepakatan ahli waris saja kalau terjadi klaim maka sepakat untuk diwakafkan,” jelasnya.

Ditambahkan oleh Nadra, jadi dalam wakaf manfaat polis asuransi, akad wakafnya dilakukan oleh ahli waris. Soalnya, manfaat polis tadi baru bisa berubah kedudukannya menjadi ‘milik’ hanya ketika pemegang polis sudah meninggal. Wakaf manfaat ini, disebut Nadra sebetulnya juga tergolong sebagai wakaf uang yang belum berwujud ketika janji (wa’ad) dilakukan. “Karena itu akad wakafnya dilakukan oleh ahli waris,” tukasnya.

Perseroan Terbatas sebagai Nazhir, Mungkinkah?

Bila merujuk UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maka subjek yang berhak menjadi nazhir adalah perseorangan; organisasi atau badan hukum (lihat Pasal 9). Badan usaha yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) kini masih banyak didiskusikan para ulama/akademisi terkait kapabilitasnya menjadi nazhir. “Sampai sekarang setahu saya belum ada PT yang menjadi nazhir,” ungkap Azhar.

Tags:

Berita Terkait