Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Imran Nating menyebut UU Kepailitan tidak mengatur lebih lanjut terkait dengan penerapan pembuktian sederhana. Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan secara umum menyatakan sederhana adalah terkait dengan jumlah minimum kreditor dan tentang utang yang telah jatuh waktu.
Sejauh ini, lanjut Imran, pembuktian sederhana hanya didasarkan pada pertimbangan hakim saja, sehingga dapat menciptakan inkonsistensi dalam putusan dengan permasalahan serupa. Dia menilai perlu adanya aspek pertimbangan kesehatan keuangan Debitor.
“Seperti Debitor yang dapat membuktikan berada dalam keuangan yang sehat dan memiliki aset yang jauh lebih besar dari utangnya tidak dapat dinyatakan PKPU/Pailit. Penyelesaian utangnya dengan pemohon dapat melalui gugatan perdata biasa,” jelasnya pada acara yang sama.
Namun dalam praktik, kata Imran, beberapa permohonan pailit/PKPU ditolak oleh majelis hakim dengan pertimbangan perkara tidak sederhana. Dalam kasus semacam ini biasanya masih terdapat perselisihan atas utang yang tengah diperiksa oleh wilayah pengadilan lainnya, bukti terkait dengan utang tidak menyakinkan hakim (adminstatif invoice, jatuh waktu pembayaran, dsb), terkait dengan pemecahan tagihan, untuk memenuhi syarat minimal dua kreditor, dan pemohon atau Kreditor lain yang langsung dilunasi oleh Debitor dalam rentang pemeriksaan permohonan PKPU/Pailit, sehingga menggugurkan kedudukannya sebagai kreditor.