Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Penerbitan SHM dan SHG Pulau Pari
Berita

Ombudsman Temukan Maladministrasi dalam Penerbitan SHM dan SHG Pulau Pari

Kantor Pertanahan dinilai mengabaikan perlindungan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Selanjutnya untuk penerbitan SHGB, Ombudsman berpendapat, penerbitan 14 SHGB di Pulau Pari tidak memperhatikan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030. Menurut Pasal 171 ayat (2) huruf e Perda ini, Pulau Pari ditetapkan sebagai Kawasan pemukiman. Berdasarkan fakta di lapangan, ada perusahaan (BPA dan BRG) yang  berencana  membangun resort wisata di sana. Rencana ini dinilai Ombudsman mengancam pemukiman warga yang menghuni pulaul sejak 1974.

 

Menurut Ombudsman, rencana korporasi tersebut bertentangan dengan RTRW Provinsi DKI Jakarta. Pasal 172 ayat (1) Perda tersebut menyebutkan, untuk mendukung perwujudan Kawasan pemukiman sebagai Kawasan wisata nelayan sebagai objek tujuan wisata dapat dibangun wisma atau penginapan, serta sentra usaha rakyat termasuk pusat pelayanan jasa wisata.  Ketentuan ini menjelaskan bahwa Kawasan Pulau Pari dimungkinkan menjadi objek pariwisata tetapi wisata nelayan yang bertumpu pada masyarakat setempat, bukan korporasi tertentu atau perseorangan yang bukan warga Pulau Pari.

 

Pasal 2 huruf g UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengatur penataan ruang berasaskan perlindungan kepentingan umum. Ombudsman menilai, Kantor Pertanahan Jakarta Utara seharusnya mempertimbangkan keberadaan warga Pulau Pari sebelum menerbitkan SHGB. Terbitnya SHGB atas nama BPA dan BRG justru menegaskan pengabaian perlindungan kepentingan umum dalam pemanfaatan ruang.

 

Kemudian, dalam proses penerbitan SHGB dimaksud, Ombudsman menilai Kantor Pertanahan Jakarta Utara telah melakukan pengabaian terhadap kewajiban hukum. Sebab, tidak dilakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang SHGB. Seharusnya Kantor Pertanahan Jakarta Utara melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang hak yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 30 huruf b dan c PP No. 40 Tahun 1996.

 

Untuk itu, atas dasar temuan tersebut, Ombudsman mengeluarkan sejumlah rekomendasi kepada para pihak dalam bentuk tindakan korektif. Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara diminta melakukan evaluasi dan gelar terkait proses penerbitan 62  SHM dan 14 SHGB di Pulau Pari sebagai bentuk akuntabilitas Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada masyarakat. Inspektur Jenderal Kementerian ATR/BPN dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta, agar melakukan audit internal terhadap kantor pertanahan Jakarta Utara terkait dengan proses penerbitan 62 SHM dan 14 SHGB di Pulau Pari. Selain itu, Kepala Kantor BPN DKI Jakarta agar melakukan evaluasi penerbitan SHGB kepada perseroan.

 

Ombudsman juga meminta Pemprov DKI mengembalikan peruntukan Pulau Pari sebagai kawasan pemukiman penduduk/nelayan sesuai sesuai ketentuan Pasal 171 ayat (2) huruf e Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW 2030. Langkah ini sebagai bentuk upaya perlindungan terhadap pulau-pulau kecil, nelayan, lingkungan dan ekosistem laut. Selain itu, Pemprov diminta melakukan inventarisasi data warga Pulau Pari, pengukuran dan pemetaan ulang terhadap kepemilikan hak atas tanah di pulau tersebut, termasuk aset-aset yang ada di atasnya.

 

Inspektur Wilayah IV Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN, Made Ngurah Priyatna, mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti tindakan korektif yang dikeluarkan oleh Ombudsman dengan melakukan audit terhadap proses penerbitan SHM dan HGB di Pulau Pari.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait