Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu berpendapat, merujuk dan berpedoman Putusan MK tersebut, mestinya BKN memaknai proses alih status pegawai KPK ini bukanlah seperti melamar sebagai ASN. Tetapi, secara hukum otomatis menjadi ASN karena UU. Kendati dibenarkan MK adanya ketentuan pelaksana yang mengatur mekanisme demi kepastian hukum, tetapi tak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk menjadi ASN.
Bagi pria biasa Tobas itu, jalan tengah BKN dapat menyatakan alih status tetap berjalan seluruh pegawai yang menyatakan kesediaannya untuk menjadi ASN dapat beralih sebagai ASN. Sementara hasil assesment TWK menjadi bahan evaluasi bagi negara dalam hal pembinaan, penempatan dan penugasan. Dia berharap polemik pemecatan 51 pegawai KPK mesti dicari solusi terbaik. Sebab bila terus dibiarkan bakal saling menjatuhkanmelontarkan isu dan rumor negatif.
“Maka yang rugi adalah upaya pemberantasan korupsi itu sendiri. Imbauan ini saya tujukan bagi semua pihak agar bisa mencari jalan keluar demi kebaikan bersama,” katanya.
Baca:
- Nasib 75 Pegawai KPK: 51 Dipecat, 24 Dites Ulang
- Polemik 75 Pegawai KPK yang Tak Lulus TWK Bakal 'Digugat' ke MK
Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat pemberantasan korupsi menemui ajalnya. Terlebih sejak pimpinan KPK bersama BKN resmi mengumumkan nasib sejumlah pegawai pasca melewati TWK. Hasilnya, 51 pegawai KPK tetap dipaksa keluar dari KPK. Setidaknya terdapat 8 poin yang menjadi catatan. Pertama, sejumlah lembaga negara yang mengikuti proses pembahasan pemecatan 51 pegawai KPK telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebab, kata Kurnia, penyelenggaraan TWK yang diikuti seluruh pegawai KPK sedari awal bersifat ilegal. Terlebih, TWK diselundupkan secara sistematis oleh Pimpinan KPK melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Perngalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Padahal, UU 19/2019 dan PP No 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN tidak mengamanatkan metode seleksi dalam alih status kepegawaian KPK.
Kedua, keputusan mendepak 51 pegawai KPK secara terang benderang mengangkangi putusan MK No. 07/PUU-VIII/2019. Menurutnya bila, TWK dimaknai sebagai metode seleksi malah berdampak merugikan bagi pegawai KPK. Mestinya putusan MK dipahami bersifat final dan mengikat, serta tak perlu lagi ditafsirkan lain.