Perlindungan Nasabah Jiwasraya yang Masih Terabaikan
Berita

Perlindungan Nasabah Jiwasraya yang Masih Terabaikan

Tidak adil bila negara happy karena kerugiannya kembali di saat rakyat “buntung”. Tidak mudah memang, tapi bisa dilakukan kalau seandainya ada kerja sama antara pemerintah dan para penegak hukum.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

Dia menyampaikan pemerintah diminta jangan membiarkan nasib nasabah di tengah pandemi Covid-19. Menurut dia, pandemi ini seharusnya bukan menjadi alasan pemerintah mengesampingkan nasabah dan masalah yang ada di Jiwasraya. Pasalnya masalah ini sudah ada sebelum masalah Corona ada di Indonesia. "Harus diselesaikan secara menyeluruh, sampai selesai. Ini bisa jadi preseden buruk buat pemerintah. Jika nasib nasabah diabaikan," kata Vera, Selasa (2/6/2020) lalu.

Minim perlindungan

Persoalan minimnya perlindungan konsumen/nasabah ini pun menjadi perhatian Praktisi Hukum Indra Safitri. Dia menilai kasus Jiwasraya tersebut yang paling rumit adalah soal perlindungan konsumen. Sebab, setiap kelalaian akan merugikan konsumen sebagai nasabah yang berharap industri sektor ini dipimpin orang yang berintegritas (dapat dipercaya).   

Dia mempertanyakan letak untuk membuktikan apakah sistem jasa keuangan sudah melindungi nasabah asuransi tersebut? “Pasti yang punya tanggung jawab akan bilang bahwa perlindungan ada dan kami sudah melakukannya, tapi apa yang kurang, sehingga akumulasi sistemik atas hilangnya investasi korban kasus itu terasa bergelombang datangnya,” ujar kata Indra Safitri saat dikonfiirmasi, Sabtu (20/6/2020). (Baca Juga: Kasus Jiwasraya Tak Lepas dari Lemahnya Pengawasan Regulator)

“Semua kita hanya bisa bergumam setiap Kejaksaan Agung mengumumkan tersangka baru atau saksi-saksi penting. Sudahkah kita berikan informasi progress kasus ini agar publik tahu perkembangan nasib mereka?”

Ketua Dewan Kehormatan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) ini melihat air mata konsumen yang terdampak kasus ini sebagian sudah kering dan ada yang belum. Bagi nasabah yang sudah menerima sebagian haknya dapat berlapang dada berharap yang tersisa dapat juga dikembalikan. Namun, bagaimana dengan mereka yang belum atau yang investasinya terganggu karena adanya proses hukum kasus ini? Karena itu, perlu upaya memberi solusi sekurang-kurangnya sisa aset-aset yang masih bisa di-recovery.

“Tidak adil bila negara happy karena kerugiannya kembali di saat rakyat ‘buntung’. Tidak mudah memang, tapi bisa dilakukan kalau seandainya ada kerja sama antara pemerintah dan para penegak hukum,” usulnya.

Advokat yang pernah menjadi Ketua HKHPM ini menambahkan belajar dari mega skandal keuangan seperti di Wall Street atau belahan dunia lain sangat mudah diidentifikasi kalau faktor kejahatan keuangan adalah kombinasi antara money game dan radar pengawasan kalah cepat dengan modus pelaku. Tinggal membedakan kasus teri atau paus. Kebetulan kasus yang menimpa Jiwasraya kelas paus, sehingga cakupan sistemiknya saling berkaitan, sekurang-kurangnya ada 3 sektor yang saling berkaitan yaitu asuransi, pasar modal, perbankan.

Tags:

Berita Terkait