Belum lama ini ramai terkait dikabulkannya putusan praperadilan yang dimohonkan oleh Eddy Hiariej terkait penetapan tersangka yang dilakukan KPK tidak sah. Dengan adanya putusan ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan, sehingga menimbulkan problema tersendiri dari mekanisme praperadilan.
Lantas sebenarnya bagaimana penerapan praperadilan diberlakukan peradilan di Indonesia? Apa upaya hukum untuk membantah putusan praperadilan tersebut? Dan bagaimana berbagai contoh putusan praperadilan yang dikabulkan? Sering kali kita melihat di Indonesia, praperadilan digunakan oleh tersangka kasus korupsi, apakah benar praperadilan hanya bisa digunakan oleh kasus korupsi saja?
Pada dasarnya, praperadilan diatur dalam Pasal 1 butir 10 dan Pasal 11 KUHAP. Hukum acara pidana Indonesia mengenal suatu mekanisme pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan permintaan ganti rugi, rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
Permohonan praperadilan diajukan dan diproses sebelum perkara pokok disidangkan di pengadilan. Oleh sebab itu, dinamakan pra atau sebelum dan peradilan atau persidangan. Praperadilan juga menjadi upaya dari pemerintah untuk memperbaiki hukum acara pidana peninggalan Belanda atau Herzienner Inlands Reglement (HIR). Karena di dalam hukum acara pidana sering terjadi upaya paksa oleh aparat penegak hukum yang dilakukan tanpa menghormati hak asasi manusia, sehingga dibentuklah praperadilan dalam rangka mengawasi tindakan penyidik.
