Sejumlah Alasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Dicabut dari Prolegnas
Utama

Sejumlah Alasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Dicabut dari Prolegnas

Mulai ada keinginan menjadikan Pancasila menjadi UU, cacat formil dan materiil, hingga tak urgen prioritas di masa pandemi Covid-19. Mayoritas anggota DPD juga menolak RUU HIP ini.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

“Istilah itu sama sekali tak pernah jadi norma. Jadi, memasukkan ‘wacana’ yang sama sekali tidak memiliki yurisprudensi dalam sebuah naskah RUU, seolah itu sebuah norma, jelas menunjukkan adanya cacat materil dalam penyusunan RUU HIP ini. Wacana ‘Trisila’ dan ‘Ekasila’ itu sama sekali tak pernah menjadi norma dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita,” tegasnya.

Keempat, selain cacat materil, RUU HIP pun mengandung cacat formil. Anggota Komisi I DPR ini berpendapat RUU HIP berpretensi menjadi omnibus law. Padahal kajian akademiknya tak dimaksudkan demikian. Fadli menilai setelah membaca pasal per pasal, RUU HIP hendak mengatur berbagai isu. Mulai soal demokrasi, ekspor, impor, telekomunikasi, pers, media, riset, hingga soal teknologi.

“Isinya jadi ke mana-mana. Kelihatannya, latar belakang RUU ini sebenarnya hanya untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saja. Padahal lembaga BPIP ini tak terlalu diperlukan, hanya menambah beban negara. Pernyataan pimpinannya saja sering membuat kegaduhan dan berpotensi memecah belah bangsa,” kritiknya.

Kelima, RUU HIP tak memiliki urgensi prioritas. Menurut Fadli, Indonesia sedang menghadapi pendemi Covid-19. Namun, munculnya RUU HIP publik dibuat gaduh dan bertengkar soal ideologi. Padahal “kotak pandora” yang sebenarnya secara formil sudah ditutup sejak lama. Alih-alih mempersatukan, RUU HIP malah dapat membuka luka-luka lama sejarah dan akhirnya memecah belah anak bangsa.

Politisi Partai Gerindra itu berpendapat masyarakat curiga terhadap RUU HIP yang bakal digunakan untuk menyusupkan kepentingan kalangan komunis. Tak dicantumkannya Tap MPRS No. XXV/1966 tentang Pembubaran PKI sebagai konsiderans, malah semakin memupuk penolakan sebagian masyarakat.

Apalagi, RUU tersebut pun memerintahkan pembentukan kementerian/badan baru di luar Badan Haluan Pembinaan Ideologi Pancasila (BHPIP). Bila menelisik Pasal 35 dan Pasal 38, setidaknya bakal ada tiga badan/kementerian baru yang akan diamanatkan dibentuk oleh RUU tersebut.

“Untuk apa? wong negara saat ini sedang susah. Anggaran lembaga negara yang sudah ada saja kini banyak dipotong untuk menutup defisit dan mengatasi pandemi, ini kok malah mau membentuk lembaga baru, lebih dari dua lagi. RUU ini jelas tak penting dan tidak memiliki sensitivitas krisis,” bebernya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait