Sejumlah Alasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Dicabut dari Prolegnas
Utama

Sejumlah Alasan RUU Haluan Ideologi Pancasila Dicabut dari Prolegnas

Mulai ada keinginan menjadikan Pancasila menjadi UU, cacat formil dan materiil, hingga tak urgen prioritas di masa pandemi Covid-19. Mayoritas anggota DPD juga menolak RUU HIP ini.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Dia melanjutkan dengan lima alasan itu pembahasan mengenai RUU HIP tak perlu lagi diteruskan. “Jika ingin memperkuat pelembagaan BPIP, sebaiknya dibuat saja undang-undang tentang BPIP, jangan malah bikin undang-undang mengenai Pancasila,” tegasnya.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nurwahid menilai sejak awal RUU HIP sudah kontroversial. Selain tak memasukkan Tap MPRS No. XXV/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dalam konsideran terdapat pasal yang “memeras” Pancasila menjadi Trisila, Ekasila, dan Ketuhanan yang berkebudayaan. Publik pun mempersoalkan dan menolak rumusan norma pasal itu.

Dia melihat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) selaku pengusul pun “balik badan” dan setuju memasukan Tap MPRS No XXV/1996 dalam konsiderans serta menghapus Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) yang memunculkan kembali istilah Pancasila Trisila, Ekasila, dan Ketuhanan yang  Berkebudayaan.

“Ketika F-PDIP sebagai pengusul awasl RUU berubah sikap dengan menerima Tap MPRS XXV/1966 dan menghapus Pasal 7 soal Trisila dan Ekasila, maka rasional naskah akademik dan draft RUU ini juga perlu dibuat ulang dan diubah secara mendasar,” ujar Hidayat Nurwahid, Selasa (16/6/2020).

Mayoritas DPD menolak

Senator di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pun punya pandangan serupa. Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan mayoritas senator telah menyatakan sikap penolakan terhadap RUU HIP. Bahkan, kata La Nyalla, sejumlah senator meminta pimpinan  DPD agar menyatakan sikap resmi lembaga menolak RUU HIP.

“Tentu kita sebagai pimpinan tidak bisa begitu saja mengeluarkan sikap resmi lembaga. Meskipun mayoritas senator menolak RUU HIP. Maka, jalan keluarnya adalah, kami pimpinan, memutuskan untuk membentuk Tim Kerja (Timja) yang sudah disepakati pimpinan DPD,” katanya.

Menurutnya, Timja nantinya bakal melakukan kajian mendalam dan komprehensif terkait RUU HIP tersebut. Termasuk bertemu dengan sejumlah ormas dan lapisan masyarakat yang sudah terbuka menyatakan penolakan terhadap RUU tersebut. Hasil kerja Tiimja nantinya menjadi panduan bagi DPD secara kelembagaan dalam membuat pernyataan sikap. “Jadi tidak grusa-grusu. Tetapi atas dasar yang cukup,” katanya.

Tags:

Berita Terkait