Sejumlah Alasan Tim Advokasi Minta MK Batalkan UU PSDN
Terbaru

Sejumlah Alasan Tim Advokasi Minta MK Batalkan UU PSDN

Karena berpotensi bertentangan dengan HAM dalam UUD 1945, merugikan hak konstitusional para pemohon. Pemohon juga meminta putusan sela yang menyatakan implementasi UU PSDN, khususnya terkait rekrutmen komponen cadangan, ditunda pelaksanaannya sepanjang UU ini masih dalam proses pengujian di MK.

Ady Thea DA
Bacaan 6 Menit

Kedua, penetapan Komponen Cadangan berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan serta sarana dan prasarana nasional mengabaikan prinsip kesukarelaan. Untuk menjadi Komponen Cadangan, kedua sumber daya serta sarana dan prasarana yang dikelola baik oleh warga negara maupun swasta tersebut hanya melewati verifikasi dan klasifikasi oleh Kementerian Pertahanan tanpa kesukarelaan dari pemilik.

UU ini tidak memberi pengakuan dan perlindungan terhadap hak properti yang merupakan bagian dari HAM. Hal ini akan membuka ruang potensi konflik sumber daya alam dan konflik pertanahan antara negara dan masyarakat. Pemohon menilai Pasal 17, Pasal 28, Pasal 66 ayat (2), Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN tidak mengatur secara rigid dan rinci tentang penetapan sumber daya alam dan sumber daya buatan sebagai komponen cadangan, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan melanggar prinsip conscientious objection bagi pemilik atau pengelola sumber daya alam, sumber daya buatan, dan sarana dan prasarana lain.

“Karenanya bertentangan dengan Pasal 30 ayat (2), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945,” sebutnya.

Ketiga, terkait sanksi pidana bagi setiap orang yang menjadi Komponen Cadangan dan menghindari panggilan mobilisasi yang ancaman hukumannya mencapai 4 tahun. Bagi setiap orang yang membuat Komponen Cadangan tidak memenuhi panggilan mobilisasi juga terancam hukuman penjara dua tahun. Hal ini tentu menyalahi prinsip conscientious objection (hak menolak atas dasar keyakinannya) yang merupakan prinsip utama dalam pelibatan warga sipil dalam pertahanan di berbagai negara yang sudah diakui norma HAM internasional.

Menurutnya, komponen cadangan harus memiliki hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan dan kebebasan berpikir sebagaimana dijamin dalam konstitusi. “Kami menilai, ketentuan Pasal 18, Pasal 66 ayat (1), Pasal 77, Pasal 78, dan Pasal 79 UU PSDN bertentangan dengan Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk bebas berpikir, hati nurani, dan beragama, termasuk hak untuk menolak bergabung dalam dinas militer dengan alasan conscientious objection.”

Keempat, terkait penggunaan hukum militer bagi Komponen Cadangan selama masa aktif sebagaimana diatur Pasal 46 UU PSDN tidak tepat. Di saat reformasi militer tersendat karena ketidaktundukkan militer terhadap sistem peradilan umum, UU PSDN justru mewajibkan Komponen cadangan tunduk terhadap hukum militer. Padahal, kewajiban untuk tunduk pada sistem peradilan umum bagi anggota militer merupakan perintah Pasal 3 ayat (4) TAP MPR VII/2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Ketidaktundukkan pada peradilan umum ini berpotensi melanggengkan impunitas dan menghambat reformasi peradilan militer. “Kami berpendapat Pasal 46 UU PSDN yang mengatur tentang penggunaan sistem peradilan militer bagi Komponen Cadangan telah bertentangan dengan prinsip persamaan di muka hukum (equality before the law), sebagaimana ditegaskan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.”

Tags:

Berita Terkait