Akademisi HTN UGM: Presiden Berkampanye-Memihak Munculkan Komplikasi Hukum
Melek Pemilu 2024

Akademisi HTN UGM: Presiden Berkampanye-Memihak Munculkan Komplikasi Hukum

Pasal 299 UU 7/2017 harusnya dimaknai hak Presiden dan Wakil Presiden melakukan kampanye hanya untuk incumbent atau petahana. Presiden Jokowi seharusnya menjauhkan diri dari kampanye selama Pemilu 2024 mengingat salah satu Cawapres merupakan anaknya. Selain berbenturan dengan regulasi, hal itu juga tidak bisa diterima dalam etika politik.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Misalnya, jika Presiden boleh berkampanye kapasitasnya sebagai apa? Sebagaimana diketahui UU 7/2017 mengatur pelaksana kampanye harus didaftarkan ke KPU. Sekalipun Presiden cuti untuk melakukan kampanye, perlu diperjelas konteks cuti itu sebagai apa?. Apakah cuti dari posisi Presiden sebagai Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan?.

Kemudian siapa yang menjalankan tugas pemerintahan ketika Presiden cuti kampanye?. Apakah Presiden harus meneken Keppres yang menunjuk Wakil Presiden untuk menjalankan tugas pemerintahan sementara waktu?. Apakah kemudian dengan mandat itu Wakil Presiden bisa mencabut cuti yang diajukan Presiden?. Singkatnya, Uceng berpendapat ini bukan sekedar boleh atau tidak Presiden berkampanye, tapi persoalan hukum yang muncul tidak sederhana.

“Banyak komplikasinya kalau Presiden boleh berkampanye. Komplikasi hukum ini tidak sederhana karena UU 7/2017 tidak mengatur detail,” kata Uceng dalam sebuah diskusi, Senin (29/1/2024) kemarin di Jakarta. 

Posisi presiden dalam kepemiluan

Uceng juga mengingatkan posisi Presiden dan Wakil Presiden dalam soal kepemiluan bisa merujuk UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang memandatkan Presiden tidak boleh melakukan tindakan atau menerbitkan keputusan yang tujuannya bukan untuk kepentingan negara. Misalnya untuk kepentingan pribadi. Kemudian UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme jelas melarang penyelenggara negara melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Meskipun Presiden Jokowi mengajukan cuti untuk kampanye, Uceng berpendapat apakah tindakan itu menguntungkan pribadi, keluarganya, dan lainnya? Bahkan, jika Presiden Jokowi didaftarkan sebagai pelaksana kampanye, sehingga bisa berkampanye dampaknya bisa menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Untuk itu, Pasal 299 UU 7/2017 harusnya dimaknai hak Presiden dan Wakil Presiden melakukan kampanye hanya untuk incumbent atau petahana.

Apalagi Gibran Rakabuming Raka yang notabene anak sulung Presiden Jokowi maju sebagai Cawapres berpasangan dengan Capres Prabowo Subianto, komplikasi hukum yang muncul lebih berat lagi dengan posisi Presiden Jokowi itu. Dengan begitu, segala tindakan yang dilakukan ketika berkampanye pasti merugikan pasangan Capres-Cawapres lainnya. Peristiwa yang terjadi belakangan ini semakin jelas menunjukkan kedekatan Presiden Jokowi dengan salah satu pasangan Capres yakni Prabowo Subianto.

“Makan siang dengan 02 (Capres nomor urut 02, red) ini kelihatan diatur, disorot TV dan media. Itu tindakan yang bisa diterjemahkan menguntungkan pribadi atau keputusan yang membantu,” beber Uceng.

Tags:

Berita Terkait