Suap Hakim Masih Marak, Salah Siapa?
Fokus

Suap Hakim Masih Marak, Salah Siapa?

MA menganggap pihaknya telah berupaya maksimal mencegah terjadinya korupsi di pengadilan. Sedangkan para aktivis peradilan menganggap Ketua MA Hatta Ali harus bertanggung jawab.

Aji Prasetyo/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Penggolongan tipe hakim ini ternyata tidak membuat para hakim jera dan berhenti melakukan korupsi. Dikutip dari data Laporan Tahunan KPK pada 2017, keterlibatan hakim dalam kasus korupsi dimulai pada 2010 yaitu 1 orang. Jumlah itu terus meningkat hingga sejak laporan disampaikan jumlah hakim yang terlibat dalam kasus korupsi sebanyak 18 orang dan 2 hakim konstitusi.

 

Daftar Hakim yang Diproses KPK

  1. Setya Budi Tejo Cahyono (Wakil Ketua PN Bandung)
  2. Ibrahim, S.H. (Hakim PTTUN DKI Jakarta)
  3. Imas Diansari (Hakim Ad Hoc PHI pada PN Bandung)
  4. Syarifuddin (Hakim pada PN Jakarta Pusat)
  5. Heru Kusbandono (Hakim Ad Hoc Tipikor pada PN Pontianak)
  6. Kartini Juliana M Marpaung (Hakim Ad Hoc Tipikor pada PN Semarang)
  7. Prangsono (Mantan Hakim Tipikor pada PN Semarang)
  8. Asmadinata (Mantan Hakim Ad Hoc Tipikor)
  9. Ramlan Comel (Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor pada PN Bandung)
  10. Pasti Serefina Sinaga (Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Jawa Barat)
  11. Akil Mochtar (Ketua MK)
  12. Tripeni Irianto Putro (Ketua Majelis Hakim PTUN Medan)
  13. Dermawan Ginting (Hakim PTUN Medan)
  14. Amir Fauzi (Hakim PTUN Medan)
  15. Janner Purba (Ketua PN Kepahiang, Bengkulu)
  16. Toton (Hakim Ad Hoc Tipikor Bengkulu)
  17. Patrialias Akbar (Hakim MK)
  18. Suryana (Hakim PN Bengkulu)
  19. Sudiwardono (Ketua Pengadilan Tinggi Manado)
  20. Wahyu Widya Nurfitri (Hakim pada PN Tangerang)

 

Juru Bicara MA Suhadi memberi penegasan pihaknya tidak bertanggung jawab atas penangkapan sejumlah hakim yang terlibat kasus korupsi. Sebab, hal tersebut adalah kesalahan pribadi, bukan institusi lembaga peradilan. “Iya individunya yang salah, yang bersangkutan, coba kalau tanya ketua pengadilan bagaimana pembinaan, setiap bulan kita melakukan pembinaan, pengawasan, memberi petunjuk-petunjuk, itu SOP-nya,” ujar Suhadi kepada wartawan di kantornya, Kamis (15/3).

 

Suhadi menjelaskan MA sudah berupaya maksimal melalui pengawasan dan pembinaan agar aparatur pengadilan tidak lagi melakukan korupsi. Salah satu caranya seperti yang diungkapkan Sunarto, dengan membuat PTSP untuk membatasi kontak dengan pihak berperkara. “Kalau tidak ada kontak, tidak akan terjadi kesepakatan, itu salah satu upayanya yang atasan langsung mudah kontrolnya,” kata Suhadi. Baca Juga: Tunda Putusan, Modus Hakim PN Tangerang Terima Suap dari Advokat  

 

Ketua MA bertanggung jawab

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan yang terdiri dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia Legal Roundtable (ILR), Pusat Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan tindakan oknum hakim yang masih saja terlibat dalam kasus korupsi. Apalagi jika dilihat dari jumlahnya tentu cukup miris untuk kasus terakhir ini, yaitu hanya Rp30 juta.

 

Seperti dikutip laman pn-tangerang.go.id, hakim Wahyu Widya Nurfitri masuk pangkat pada golongan IV/B (Pembina Tk 1) yang mendapat gaji sebesar Rp19,6 juta. Koalisi menilai, uang suap ini tergolong kecil, namun dapat memberi dampak yang cukup besar. Salah satunya, mengikis kembali kepercayaan publik yang ingin mencari keadilan terhadap lembaga peradilan itu sendiri.

 

Apalagi, Hakim Wahyu Widya Nurfitri menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan disebut sudah pernah dilaporkan ke KPK karena diduga terlibat suap. Hal ini menurut koalisi menjadi indikasi jika perilaku koruptif yang dilakukan oleh oknum hakim bukan baru kali pertama. Dan kemungkinan melibatkan banyak oknum lain. Maka KPK juga harus mengembangkan perkara ini, untuk menjerat keterlibatan oknum lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait