Koalisi Minta Pemerintah Tunda Penandatanganan SKB Pedoman Penerapan UU ITE
Terbaru

Koalisi Minta Pemerintah Tunda Penandatanganan SKB Pedoman Penerapan UU ITE

Koalisi meminta agar Tim Kajian melibatkan BPHN dan Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham agar dapat mengevaluasi lebih komprehensif terkait implementasi UU ITE selama ini dan memperhatikan aspirasi masyarakat.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Berdasarkan pemberitaan yang beredar di media, melalui Ketua Tim Kajian UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Sugeng Purnomo, Pemerintah sedang menjadwalkan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga kementerian/lembaga tentang Pedoman Penerapan Regulasi UU ITE. Ada tiga kementerian/lembaga yang dilibatkan yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Kejaksaan Agung.

Draf dan lampiran SKB tersebut pun telah disepakati dalam rapat di tingkat pejabat Eselon I tiga kementerian/lembaga tersebut yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD pada Kamis, 20 Mei 2021 kemarin. Namun, substansi dari draf dan lampiran SKB Pedoman Penerapan UU ITE tersebut dinilai Koalisi Masyarakat Sipil masih bermasalah.   

“Koalisi menilai dalam UU ITE yang menjadi salah satu pokok permasalahannya adalah ketidakjelasan atau kekaburan norma hukum yang tercantum dari pasal-pasal yang selama ini lebih sering digunakan untuk mengkriminalisasi warga negara. Sedangkan, Pedoman dibutuhkan untuk menegaskan kembali aturan yang telah ada, sehingga penerbitan Pedoman dalam merespon polemik UU ITE justru merupakan langkah keliru,” ujar perwakilan Koalisi Serius Revisi UU ITE dari ICJR Erasmus AT Napitupulu.

Koalisi Serius Revisi UU ITE terdiri dari sejumlah organisasi/lembaga yakni ICJR, Amnesty International Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, ELSAM, Greenpeace Indonesia, ICW, IJRS, Imparsial, Koalisi Perempuan Indonesia, Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, KontraS, LBH Apik Jakarta, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers Jakarta, LeIP, Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE), PBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), PUSKAPA UI, Remotivi, Rumah Cemara, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Yayasan LBH Indonesia.

Hal terpenting yang disoroti dan dipertanyakan Koalisi langkah dari Tim Kajian Revisi UU ITE yang akan menambahkan pasal pidana baru yaitu Pasal 45C. Dalam pernyataan ke media pasal ini akan berisi ancaman hukuman pidana hingga 10 tahun penjara untuk kabar bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat. (Baca Juga: Pemerintah: Kepastian Revisi UU ITE Bergantung Hasil Tim Kajian)

Erasmus mengatakan penambahan pasal ini perlu dikritisi mengingat definisi “kabar bohong yang menimbulkan keonaran” banyak mengandung unsur karet, mulai dari definisi “kabar bohong” yang tidak ketat. Begitu juga dengan perbuatan yang menimbulkan “keonaran di masyarakat” yang persyaratannya tidak semudah sekedar viral kemudian dianggap sebagai perbuatan onar.

Koalisi menilai yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan perbaikan atau revisi UU ITE, mengingat korban UU ITE terus berjatuhan dan sudah ada janji politik dari Presiden Jokowi. Yang terpenting telah ada perumusan norma-norma hukum yang keliru dalam beberapa pasal UU ITE yang sering digunakan.

Tags:

Berita Terkait