BSA Mengklaim Berhak Wakili Pemegang Hak Cipta
Berita

BSA Mengklaim Berhak Wakili Pemegang Hak Cipta

Pihak Multisari menyatakan pemerasan yang mereka tudingkan kepada BSA bukan pemerasan sebagaimana dirumuskan dalam KUHP.

cr-13
Bacaan 2 Menit
PN Jakarta Pusat gelar sidang gugatan antara PT Multisari Langgengjaya versus BSA. Foto: Sgp
PN Jakarta Pusat gelar sidang gugatan antara PT Multisari Langgengjaya versus BSA. Foto: Sgp

Persidangan gugatan antara PT Multisari Langgengjaya versus Business Software Alliance (BSA) kembali digelar. Senin lalu (9/7) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, BSA mendapatkan kesempatan untuk menanggapi dalil-dalil materi gugatan pihak Multisari. Berdasarkan berkas yang diperoleh hukumonline, BSA diantaranya menangkis tudingan soal pemerasan dan surat kuasa dari perusahaan-perusahaan pemegang hak cipta.

BSA tegas membantah melakukan pemerasan tersebut. Sebelumnya, pengacara Multisari, Insan Budi Maulana memang menyebut BSA melakukan pemerasan karena memaksa Multisari membayar denda. Menurut Insan, hukuman denda tidak beralasan karena tidak ada bukti atau putusan pengadilan yang menyatakan Multisari melakukan pembajakan peranti lunak palsu.

BSA menyatakan pembayaran denda bukanlah suatu bentuk pemerasan. Sebagaimana tertuang dalam berkas, BSA menceritakan bahwa pada sekitar bulan September 2011, pihak Multisari sempat datang menawarkan perdamaian. Tawaran ini disodorkan setelah Multisari mengakui telah menggunakan peranti lunak bajakan. Ajakan berdamai direspon BSA dengan mengajukan syarat yang salah satunya adalah pembayaran ganti kerugian sebesar AS$10 ribu, dan dapat dinegosiasikan.

Dengan tegas, BSA juga membantah soal ketiadaan surat kuasa. BSA mengklaim memiliki Letter of Authorization dari sejumlah perusahaan pemegang hak cipta. Diperinci oleh BSA, surat kuasa diberikan Microsoft Corporationpada 24 Maret 2009. Lalu, Tekla Corporation pada 28 Oktober 2009.

Sehari setelah Tekla Corporation memberikan surat kuasa, AutodeskInc.melakukan hal sama. Berikutnya, pada 9 November 2009,Adobe Systems Incorporated memberikan surat kuasa. Siemens Product Lifecycle Management Software Inc. memberikan surat kuasa pada 1 Juli 2011.

Lantaran memiliki surat kuasa, BSA mengklaim berhak untuk bertindak untuk dan atas nama perusahaan tersebut untuk membicarakan, menyetujui, dan menandatangani dokumen-dokumen.Selain itu, BSA merasa berhak mengajukan laporan kepolisian. BSA juga merasa berhak mengajukantuntutan yang perlu terhadap pengguna akhir korporat yang ditemukan mengedarkan, menjual, memasang dan menggunakan perangkat lunak atau program komputer perusahaan-perusahaan pemegang hak cipta.

Hal terakhir yang dibantah BSA adalah tentang alamat BSA Indonesia yang disebut Multisari fiktif. BSA menyatakan alamat BSA Indonesia di Gedung Sampoerna Strategic Square-Tower B, Lantai 19 Jalan Jenderal Sudirman Kav. 45-46 Karet Semanggi, Setiabudi, Jakarta Selatan benar-benar ada.

Bantahan BSA diperkuat dengan adanya Surat Izin Usaha Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing No. SIT.114/P-4/Nas/P3A/PDN.2/2/2011 tanggal 23 Februari 2011; Tanda Daftar Perusahaan BSA Indonesia dengan No.TDP 09.03.6.74.01205 pada 15 Agustus 2007, dan Surat Keterangan Domisili yang dikeluarkan oleh PT The Executive Centre Indonesia Ref.TECI/040/SKD/12 tertanggal 14 Juni 2012.

“Berdasarkan uraian di atas, jelas Tergugat II (BSA Indonesia, red) didirikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan mempunyai alamat domisili hukum yang sah,” tulis BSA dalam berkas.

Selain membantah tudingan-tudingan, BSA juga melakukan gugatan rekonpensi. Intinya, BSA balik menuding bahwa Multisari telah menggandakan Adobe Photoshop 7.0 dan Microsoft Office 97 Professional sejak tahun 2003. Tindakan Multisari memperbanyak peranti lunak tanpa hak dinilai melanggar Pasal 72 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.BSA mengklaim mengalami kerugian dan hilangnya pendapatan senilai AS$10.800 dengan rincian satu peranti lunak seharga AS$1.200x9 tahun.

Pada bagian petitum, BSA meminta majelis hakim menolak gugatan Multisari.BSA juga meminta ganti kerugian sebesar AS$10.800, membuat permintaan maaf secara terbuka di beberapa surat kabar nasional dan internasional selama tiga hari berturut-turut dengan ukuran satu halaman penuh, dan membayar uang paksa sebesar AS$5.000 per hari.

Bukan KUHP
Dihubungi melalui telepon, Jumat (13/7) Kuasa Hukum PT Multisari Langgengjaya, Setiawan Adi mengatakan bahwa masing-masing pihak memiliki versi yang berbeda terkait pemerasan. Menurut Setiawan, pihaknya memang tidak mengatakan bahwa pemerasan seperti layaknya yang diatur dalam KUHP.

“Kita tidak mengklaim mereka memeras seperti pidana, yang kita sayangkan adalah tindak tanduk mereka yang gerebek tanpa pakai surat. Kalau pakai bahasa kasarnya yasama juga kayak meras, kan gitu,” beber Setiawan.

Selain itu, Setiawan tetap menuding alamat kantor BSA fiktif. Menurut dia, alamat yang disebutkan BSA hanyalah alamat virtual. Seharusnya, kata Setiawan, jika memang benar-benar memiliki kantor, BSA menyebutkan NPWP mereka.

“Itu hanya kantor sewaan aja. Coba aja cek. Ada pegawai duduk disitu? Ga ada. Kita sudah cek kok. Alamat mereka yang sebenarnya terdaftar The Executive apa itu, saya lupa. Itu perusahaan yang nyewain kantor. Jadi, kan musim itu, kalau you butuh kantor, ini. Namanya virtual office. Jadi sama aja dengan nggakpunya kantor,” ujarnya.

Lebih lanjut, Setiawan merasa heran sebagai badan nirlaba BSA seharusnya lebih banyak memberikan edukasi dan promosi, bukan melakukan tindakan hukum. “Maksudnya, dia (BSA Inc., red) badan nirlaba Amerika kok bisa mengacak-ngacak di Indonesia. Itu merasa kedaulatan kita rada tersinggung. Apa-apaan itu, mosok mentang-mentang Amerika, dikit-dikit mereka bener. Polisi layani mereka, nunduk-nunduk, emang siapa die,” kataSetiawan.

Tags: