ICW Soroti Pertimbangan Hakim Putusan Praperadilan Eddy Hiariej
Terbaru

ICW Soroti Pertimbangan Hakim Putusan Praperadilan Eddy Hiariej

Seusai PERMA 4/2016 KPK dapat kembali menetapkan tersangka Eddy Hiariej sepanjang adanya dua alat bukti yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Mantan Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej . Foto: RES
Mantan Wamenkumham, Prof Edward Omar Sharif Hiariej . Foto: RES

Putusan praperadilan hakim tunggal Estiono yang mengugurkan status tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej biasa disapa Eddy Hiariej menjadi pukulan telak terhadap upaya pemberantasan korupsi. Putusan itu menuai sorotan dari kalangan pegiat antikorupsi.  Sepertihalnya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Diky Anandya mengatakan hakim tunggal Estiono dalam putusannya menyebutkan permohonan pemohon dalam praperadilan berkaitan dengan sah tidaknya penetapan tersangka yang dilakukan KPK memenuhi minimum dua alat bukti. Dalam pertimbangan hukumnya, hakim tunggal Estiono menyoal kapan KPK mendapatkan dua alat bukti yang cukup.

“Di mana ada 2 pemeriksaan saksi dan satu upaya penyitaan dilakukan setelah penetapan tersangka pada tanggal 27 November 2023,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (31/1/2024).

Diky menuturkan, setidaknya ICW mencatat dua argumentasi untuk menyatakan bahwa pertimbangan hakim Estiono jelas mengandung kekeliruan. Pertama, hakim Estiono hanya melihat sebagian kecil dari alat bukti yang dikumpulkan oleh KPK. Diketahui bahwa dalam perkara ini, KPK telah menemukan sebanyak 80 surat/dokumen, keterangan dari 16 orang saksi termasuk Eddy sendiri, dan satu orang ahli.

“Artinya, KPK sudah memenenuhi setidaknya 2 alat bukti sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP,” katanya.

Baca juga:

Kedua, mengenai waktu memperoleh bukti. Diky mengatakan, jika mengacu pada Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 serta Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan maupun Pasal 44 ayat (2) UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berkenaan dengan Bukti Permulaan hanya diatur mengenai ‘jumlah’ serta ‘jenisnya’ semata.

Tags:

Berita Terkait