Menjernihkan Perkara Bantuan Sosial dari Taktik Politik
Kolom

Menjernihkan Perkara Bantuan Sosial dari Taktik Politik

Bukan kegiatan sekali selesai apalagi untuk diambil manfaat transaksional bagi pemberi bantuan sosial.

Bacaan 6 Menit
Menjernihkan Perkara Bantuan Sosial dari Taktik Politik
Hukumonline

Pada perhelatan akbar Pemilu 2024 ini berbagai skema bantuan sosial diluncurkan ke masyarakat dengan bilangan rupiah yang luar biasa fantastis. Bahkan menyaingi jumlah bantuan sosial selama masa pandemi Covid-19. Hasilnya amat efektif. Sedikit banyak kucuran bansos tersebut berkontribusi terhadap perolehan suara fantastis dari calon yang didukung oleh petahana. Artikel ini tidak hendak membahas masalah politik elektoral, tetapi lebih kepada paradigma hukum kesejahteraan sosial terkait bantuan sosial. Apalagi kajian tentang hukum kesejahteraan sosial ini relatif kurang populer dan tidak banyak dibahas oleh para sarjana hukum.

Konsep Bantuan Sosial

Bappenas (2014) menyebutkan bahwa program bantuan sosial memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial melalui pengurangan kemiskinan. Bantuan yang diberikan dalam program bantuan sosial tidak bergantung kepada kontribusi dari penerima manfaatnya—seperti pada program asuransi sosial. Bantuan sosial dapat diberikan secara langsung dalam bentuk uang (in-cash transfers), juga dalam bentuk barang dan pelayanan (in-kind transfers). Setiap bantuan bisa bersifat sementara karena terjadinya situasi sosial tertentu: bencana, resesi ekonomi, atau kebijakan pemerintah tertentu. Selain itu, bantuan juga dapat bersifat tetap khususnya bagi penduduk yang mempunyai kerentanan permanen: penyandang disabilitas, lanjut usia, dan anak telantar.

Baca juga:

Menurut International Labour Organization (ILO), skema bantuan sosial bertujuan untuk menyediakan sumber daya minimum bagi individu dan rumah tangga yang hidup di bawah standar penghasilan tertentu, tanpa mempertimbangkan aspek kontribusi dari individu dan rumah tangga penerimanya. Penentuan penerima bantuan umumnya dilakukan berdasarkan tingkat pendapatan penduduk serta kriteria sosial ekonomi lainnya. Skema bantuan sosial dapat difokuskan kepada kelompok target tertentu (seperti keluarga miskin dengan anak hingga penduduk lanjut usia dengan penghasilan yang terbatas). Bisa juga diberikan sebagai bantuan pendapatan secara umum bagi pihak yang membutuhkan.

Purwowibowo dan Hendijanto (2019) menyebutkan bahwa konsep kesejahteraan sosial dapat dimaknai dari dua sisi. Pertama dalam arti sempit, diartikan sebagai bantuan finansial dan layanan-layanan lainnya bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung. Kedua, diartikan sebagai bentuk upaya intervensi sosial primer dan langsung dalam meningkatkan taraf kesejahteraan sosial individu dan masyarakat secara luas.

Ada tujuh komponen atau pilar paradigma kesejahteraan sosial yang menurut Romanyshyn (1989) dalam Purwowibowo dan Hendijanto (2019) perlu dimasyarakatkan yaitu: (1) konsep residual menjadi institusional; (2) konsep amal (charity) menjadi konsep hak-hak warga negara; (3) konsep spesial menjadi universal; (4) konsep minimum menuju optimum; (5) konsep reformasi individu ke reformasi sosial; (6) konsep layanan sukarela menuju layanan publik; (7) konsep kesejahteraan bagi golongan miskin dan konsep masyarakat sejahtera bagi orang kaya.

Purwowibowo dan Hendijanto (2019) juga menegaskan bahwa usaha kesejahteraan di saat ini tidak hanya berorientasi pada hal yang bersifat kuratif—dengan menekankan masalah sosial secara residual—melainkan upaya rehabilitatif serta preventif. Dalam hal ini, semua pendekatan tersebut disebut dengan holistic approach. Masing-masing didukung dan ditanggung pembiayaannya oleh kebijakan dan keuangan negara dan swasta.

Tags:

Berita Terkait