Sejumlah Fraksi Isyaratkan Tolak Perppu MK
Berita

Sejumlah Fraksi Isyaratkan Tolak Perppu MK

Dinilai tidak ada kebutuhan mendesak untuk menerbitkan Perppu.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Fraksi Isyaratkan Tolak Perppu MK
Hukumonline

Sejumlah fraksi di DPR mengisyaratkan akan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Soalnya, substansi Perppu dinilai tidak berkesesuaian dengan konstitusi.

“Dari suara-suara yang kita dengar dari berbagai fraksi, kemungkinan besar itu ditolak,” ujar anggota Komisi III dari Fraksi Golkar Nudirman Munir di Gedung DPR, Senin (18/11).

Nudirman menilai beberapa poin Perppu janggal. Misalnya, Perppu harusnya diterbitkan disaat dalam keadaan genting. Sementara Perppu MK diterbitkan sepekan pasca insiden tertangkapnya Akil Mochtar –kala itu Ketua MK-. Itu sebabnya penerbitan Perppu sudah melewati masa genting.

Nudirman menuturkan dalam rapat nanti, Fraksi Golkar akan menolak Perppu tersebut. “Jadi kelihatan begitu banyak yang menolak (Perppu) karena banyak hal-hal yang menurut kita bertentangan. Kemungkinan besar (kita Fraksi Golkar, red) bakal menolak,” ujarnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Aboe bakar Al Habsyi, menambahkan Perppu No.1 Tahun 2013 diterbitkan tidak dalam keadaan yang mendesak. Menurutnya, MK masih dapat berjalan dengan delapan hakim yang tersisa. “Belum ada hal ikhwal yang memaksa yang menyebabkan kelumpuhan MK, yang pada kondisi tersebut menuntut presiden mengeluarkan perpu,” katanya.

Aboe berpandangan penerbitan Perppu disebabkan keadaan mendesak menjadi ranah presiden. Selanjutnya, Perppu tersebut diuji oleh DPR sebagaimana ketentuan Pasal 22 ayat 2 UUD 1945 untuk mendapat persetujuan atau sebaliknya. Namun begitu, lanjut Aboe, dalam UUD 1945 tidak menentukan makna ‘kegentingan yang memaksa’.

Menurutnya, putusan MK No 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 menentukan 3 (tiga) syarat suatu keadaan secara objektif dapat disebut sebagai ‘kegentingan yang memaksa’. Pertama, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Tags: