Masih dalam suasana Hari Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April lalu, sosok Kartini dalam memberangus dominasi patriarki diperbincangkan para pakar hukum dalam kegiatan Indonesian Law Debating Competition Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Minggu (21/4/2024) lalu. Guru Besar Hukum Pidana Harkristuti ‘Tuti’ Harkrisnowo, pakar Hukum Tata Negara Bivitri ‘Bibi’ Susanti, dan pakar Hukum Pemilu Titi Anggraini hadir sebagai narasumber.
“Kartini berani melawan dengan menuliskan pandangannya yang pada saat itu jarang dilakukan oleh banyak perempuan. Ia putri seorang bangsawan yang disekolahkan di sekolah bangsawan serta dikelilingi oleh bangsawan laki-laki, sehingga protesnya terhadap kondisi itu bukan untuk dirinya melainkan untuk lingkungan sekelilingnya,” ujar Tuti di hadapan para peserta.
Kartini menjadi pendobrak yang menghasilkan konsep modern yang dikenal saat ini sebagai emansipasi. Upayanya menjadi tonggak awal partisipasi aktif perempuan di Indonesia. Kini, perempuan masih harus membuktikan kompetensi dan kapasitasnya dalam bermasyarakat. Tidak terkecuali dalam bidang sosial dan politik. Berkat emansipasi yang diusung Kartini, perempuan Indonesia lebih diakui punya posisi seimbang dengan laki-laki.
Baca juga:
- Perludem Sebut Pemilu 2024 Tidak Ramah Perempuan
- Keberadaan BPHPI Menjadi Momentum Penguatan Hakim Perempuan
Tuti menilai bahwa masyarakat perlu mencatat seluruh kisah yang diceritakan oleh Kartini soal kondisi tidak bebas yang dialami perempuan pada masanya. Pergerakan perempuan di Indonesia yang terjadi sesudah Kartini tidak lepas dari inspirasi Kartini melalui bukunya. Tuti menyebut banyaknya organisasi perempuan yang lahir setelahnya seperti Putri Mardika dan Wanita Utomo sebagai bukti.
“Kita menyadari bahwa eksistensi kaum perempuan yang bisa bicara dengan bebas walaupun terkadang terjadi intimidasi itu banyak rintangannya. Tetapi partisipasi perempuan sudah mulai lebih baik dengan laki-laki di kehidupan saat ini,” imbuh Tuti.
Meski belum optimal, peran perempuan adalah unsur penting dalam demokrasi. Setidaknya saat ini perempuan memiliki hak dalam kebebasan berbicara. Perempuan tidak akan mencapai hal-hal yang ada saat ini tanpa inklusivitas untuk memenuhi aspirasi dan keinginan mereka.